Tulisan saya kali ini sedikit menyinggung kisah hidup saya (tapi ini bukan
curhat ya...). ^_^
Lahir dari keluarga petani membuat saya sangat akrab dengan
dunia pertanian. Saya paham dengan sangat detail bagaimana pekerjaan seorang
petani mulai dari macul dengan segala variansnya (dangir, ceket,
gebyah, klaci, mopok, tamping dll), menggarap lahan, menanam sampai
memanen. Saya menyaksikan pekerjaan petani dari kecil, bahkan saya terlibat
aktif di dalamnya.
Bagi saya bertani adalah pekerjaan berat. Salah satu yang saya anggap
paling berat – dan paling saya benci – adalah pekerjaan mikul. Anda
tahu, mengangkat beban entah itu padi, jagung bahkan rumput untuk makanan
ternak dengan menggunakan pikulan. Itu beratnya minta ampun.
Kurang lebih seperti ini rasanya: bayangkan saja Anda memikul padi yang
sudah dipanen. Katakanlah beratnya 50 kg (bobot ini biasanya minimal, bisa
lebih) dan harus Anda pikul di atas pundak Anda. Berat ini hampir seimbang
dengan berat tubuh Anda karena para petani yang kurus kering itu berat tubuhnya
juga tidak jauh-jauh dari 50 kiloan sangat jauh berbeda dengan nyonya besar
yang kelebihan lemak.
Ditambah lagi dengan sensasi panas akibat gesekan kulit pundak yang hitam
mengkilap dengan pikulan. Panas matahari yang membara semakin menambah
penderitaan. Dan jika Anda beruntung, Anda akan melewati jalanan berlumpur
sedalam lutut. Gimana gitu rasanya..... Sementara beban yang kita pikul tak
menunjukkan rasa belas kasihan sedikitpun. Dia hanya diam saja dan terus minta
diangkat.
Tulang terasa remuk, napas tersengal-sengal, keringat bercucuran, hati
hancur (lho...apa hubungannya?). Berat.
Maka timbul satu pertanyaan: kenapa mereka tetap memikul beban itu sampai
rumah? Kenapa tidak ditinggalkan saja dan berjalan tanpa beban.
Jawabannya jelas, karena jika ditinggalkan maka mereka akan pulang dengan
tangan kosong. Tanpa hasil. Itulah alasan mengapa mengapa mereka tidak menyerah
meski harus memikul beban yang sangat berat.
Berjalan tanpa memikul beban berarti pulang tanpa membawa hasil. Begitupun
dengan hidup kita di dunia ini. Siapa saja yang hidup tidak mau menanggung
beban maka hidupnya tidak memiliki arti sama sekali.
Jika ada orang yang hanya memikirkan hidupnya sendiri, yang penting sukses,
mapan, keluarga bahagia dan sejahtera dan tidak tergerak untuk ikut berjuang
menegakkan agama Allah, maka kehadirannya di dunia ini tidak berguna sama
sekali di sisi Allah.
So, kalau hidup kita ini tidak kita gunakan untuk berdakwah memperjuangkan
agama Allah, dan memikul beban yang berat di dalamnya, lalu apa yang kita
hasilkan di dunia ini? Untuk apa kita hidup? Materi, Allah tidak membutuhkan
itu. Maka kita akan ‘pulang’ dengan tangan kosong jika kita meninggalkan beban
dakwah ini.
Dari atas pundak kita belajar tentang arti kehidupan. Bahwa hidup ini harus
kita gunakan untuk memikul beban yang Allah berikan kepada kita, untuk berjuang
menegakkan syariat-Nya dan meninggikan kalimat tauhid di atas muka bumi.
Semoga setiap peluh keringat kita akan diganti oleh Allah dengan kenikmatan
Jannah-Nya.
Wassalam...
Akhukum fillah,
mashari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar